Selasa, 19 Januari 2016

BOLEHKAH KITA MENOLAK JENAZAH TERORIS UNTUK DIKUBURKAN? Dikutip dari Kajian Islam Hari Selasa oleh Ibnu Sholeh MA, MPI Ditulis oleh Argo Ganda Gumilar A.md, AK

BOLEHKAH KITA MENOLAK JENAZAH TERORIS UNTUK DIKUBURKAN?
Dikutip dari Kajian Islam Hari Selasa oleh Ibnu Sholeh MA, MPI
Ditulis oleh Argo Ganda Gumilar A.md, AK

Selasa (19/1), Aksi terorisme yang mengguncang kawasan Sarinah, Thamrin, Jakarta Pusat pada 14 Januari 2016 cukup menghebohkan masyarakat Indonesia. Dilaporkan delapan orang meninggal termasuk tersangka teroris dan puluhan orang luka-luka. Dalam hal ini pihak berwajib telah melakukan identifikasi terhadap korban termasuk tersangka teroris yang telah meninggal dunia untuk dipulangkan ke kampung halamannya dan dimakamkan oleh pihak keluarga. Dari berita yang telah dihimpun, masyarakat tempat teroris tersebut berasal menolak jenazah tersangka untuk dimakamkan di kampung halamannya dengan alasan tersangka teroris ini telah membuat nama kampung halamannya tidak baik dan teroris tersebut juga bisadisebut sebagai bughot (orang-orang yang membangkang terhadap pemerintahan yang sah). Ada juga sebagian masyarakat yang bersedia menerima jenazah teroris tersebut karena menganggap bahwa dia adalah mujahid. Dari uraian di atas, bolehkah kita sebagai muslim yang baik menolak pemakaman jenazah tersangka teroris?
Hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radliyallahu anhu dari Nabi Shallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Bersegeralah di dalam (mengurus) jenazah. Jika ia orang shalih maka sudah sepantasnya kalian mempercepatnya menuju kebaikan, tetapi jika ia tidak seperti itu maka adalah keburukanlah yang kalian letakkan dari atas pundak-pundak kalian (melepaskan dari tanggungan kalian)”. [Hadist Riwayat Al-Bukhori: 1315, Muslim: 944, An-Nasai: II/42, Abu Dawud: 1381, Ibnu Majah: 1477, dan Ahmad: II/240, 280, 488]. Diisyaratkan kepada kaum muslimin untuk menyegerakan pemakaman untuk jenazah, sebab apabila seorang muslim yang meninggal itu shalih, maka ia akan segera mendapatkan kebaikan dari hasil usahanya di dunia. Namun, apabila yang meninggal tersebut orang kafir atau muslim yang tidak baik maka ia akan segera mendapatkan keburukan dari amal yang telah dikerjakan di dunia. Dan mereka pun dengan menyegerakan pemakamannya berarti telah menghilangkan keburukan dari pundak-pundak mereka karena telah menjalankan kewajiban mengurus jenazah dari memandikan, mengkafani, menyolatkan, dan menguburkan, hal tersebut juga merupakan hak muslim terhadap muslim yang lain. Dari uraian hadist tersebut, tidak ada kaitannya antara memakamkan jenazah di suatu tempat dengan amal (baik atau buruk) yang dilakukan seseorang. Hal yang ditekankan Rasulullah saw. sendiri yaitu menyegerakan pemakaman itu sendiri.
Hadist lain menerangkan bahwa Rasulullah saw. menghormati jenazah orang kafir dengan berdiri ketika jenazah tersebut lewat di depan beliau, dari Jabir bin Abdullah radliyallahu anhu, ia berkata: “Ada iringan jenazah lewat, lalu Rasulullah saw. berdiri menghormatinya dan kami ikut berdiri bersama beliau. Kemudia kami berkata: Wahai Rasulullah, jenazah itu adalah jenazah Yahudi. Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya kematian itu menggetarkan, maka apabila kalian melihat iringan jenazah berdirilah”. [Hadist Riwayat Muslim: 1593]. Diriwayatkan juga oleh Qais bin Saad radliyallahu anhu dan Sahal bin Hunaif radliyallahu anhu: Dari Ibnu Abu Laila bahwa ketika Qais bin Saad ra. Dan Sahal bin Hunaif ra. sedang berada di Qadisiyah, tiba-tiba ada iringan jenazah melewati mereka, maka keduanya berdiri. Lalu dikatakan kepada keduanya: Jenazah itu adalah termasuk penduduk setempat yang kafir. Mereka berdua berkata: Sesungguhnya Rasulullah saw. pernah dilewati iringan jenazah, lalu beliau berdiri. Ketika dikatakan: Jenazah itu Yahudi, Rasulullah saw. bersabda: Bukankah ia juga manusia?”. [Hadist Riwayat Muslim: 1596]. Hal ini menunjukkan bahwa tidak sepantasnya kita tidak menghormati jenazah sesama muslim karena Rasulullah saw. pun menghormati jenazah seorang Yahudi.
Hadist yang menerangkan keutamaan salat jenazah dan mengiringi jenazah hingga dimakamkan, dari Abu Hurairah radliyallahu anhu ia berkata: “Barang siapa menghadiri jenazah sampai jenazah itu disalati, maka ia mendapat satu qirath. Dan barang siapa menghadirinya sampai jenazah itu dikuburkan, maka ia mendapatkan dua qirath. Ada yang bertanya: Apakah dua qirath itu? Rasulullah saw. bersabda: Sama dengan dua gunung yang besar.” [Hadist Riwayat Muslim: 1570].
Kita sebagai muslim, hendaknya melaksanakan perintah Allah SWT. dengan baik. Jangan menjadi muslim yang latah atau sekedar ikut-ikutan saja. Biarlah amal perbuatan yang telah dilakukan oleh teroris tersebut menjadi pertimbangan Allah SWT. diakhirat. Kita yang masih hidup hanya melaksanakan perintah yang dianjurkan Rasulullah saw. apabila kerabat atau saudara meninggal dunia untuk diperlakukan sebaik-baiknya sesuai hukum pengurusan jenazah karena hal tersebut merupakan hak muslim terhadap muslim yang lain. Sedangkan bughat sendiri di atur secara rinci dalam hukummya, tidak ada kaitan bughat dengan kita menolak memakamkannya. © 2016

0 komentar:

Posting Komentar